MAKALAH
FILSAFAT DILIHAT DARI PENDEKATAN
TEMA
Disusun oleh:
Kelompok 2
Oula
Falahiyah
Putri Diana
Yusuf Mulyana
PENDIDIKAN
MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
Filsafat dilihat dari Pendekatan Tema
Dalam mempelajari filsafat, ada
beberapa pendekatan yang biasanya dilakukan. Pertama dengan pendekatan sejarah.
Kedua, dengan pendekatan tematik. Makalah ini mencoba menguraikan pendekatan
tematik sebagai berikut:
Dalam filsafat dilihat dari pendekatan tema, definisi operasional filsafat
yang dipakai adalah bahwa berfilsafat adalah berfikir argumentatif dan kritis,
menganalisis dan klarifikasi konsep. “Philosophy is an activity: it is a way of
thinking about certain sorts of question. Its most distinctive feature is its
use of logical argument. Philosophers typically deal in arguments: they either
invent them, criticize other people’s or do both. They also analyse and clarify
concepts.”.
Dalam pendekatan tematik,
filsafat dibagi ke dalam tiga bagian besar, yaitu ontologi (metafisika), epistemologi, dan aksiologi.
1.
Ontologi/metafisika
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Pembahasan tntang onthologi sebagai
dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan the
firts philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari perkataan yunani : On =
being, dan Logos = Logic. Jadi ontologi adalah teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan. Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan, ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif
mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, sebarapa jauh kita
ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori yang
ada. Dalam bidang ini termasuk juga filsafat manusia, filsafat alam, dan
filsafat ketuhanan.
Dari beberapa
pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Menurut
bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa yunani yaitu ilmu tentang yang ada.
2. Menurut
istilah, ontologi ialah ilmu yang mmbahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun
rohani (abstrak).
Setiap aliran ontologi tentu
memiliki objek keilmuan yang berbeda-beda. Objek ontologi sama halnya dengan
objek filsafat seperti yang telah dibahas sebelumnya, yakni: Pertaina, objek
formal, yaitu objek formal ontologi sebagai hakikat seluruh realitas. Objek
formal yaitu cara memandang yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
materialnya. Objek formal dan suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu
ilmu, tetapi pada saat yang sama mernbedakannya dengan bidang yang lain. Satu
objek formal dapat ditinjau dan berbagai sudut pandang sehingga menimbulkan
ilmu yang berbeda-beda. Kedua, objek material, yaitu sesuatu hal yang dijadikan
sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari.
Objek material mencangkup hal konkret, misalnya manusia, tumbuhan, batu, atau
hal-hal yang abstrak seperti ide, nilai-nilai, dan kerohanian. Kedua objek ini
akan membingkai pada berbagai penelitian. Penelitian akan menyangkut dua metode
besar, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif.
2.
Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat
yang berurusan dengan hakekat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian,
dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki. Epistemologi juga merupakan bidang filsafat yang
mempelajari bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu atau “ada” tersebut.
Beberapa bidang yang termasuk ke dalam epistemologi adalah filsafat ilmu,
metodologi, dan logika.
3.
Aksiologi
Aksiologi berasal dari
perkataan axios (Yunani) yang brarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi
aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat
dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer
bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dala tiga
bagian. Pertama moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan
disiplin khusus yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi
keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu
kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik. Bidang filsafat yang mempelajari
tentang nilai-nilai. Misalnya, sejauh manakah nilai-nilai yang terkandung dalam
pengetahuan tersebut. Bagian dari aksiologi adalah etika dan estetika.
Cabang-cabang ilmu filsafat ini
berkembang seiring dengan perkembangan pemikiran filsafat. Misalnya, logika
dikembangkan oleh Aristoteles. Sementara itu, epistemology dikembangkan oleh
Immanuel Kant ketika ia mempertanyakan sejauh mana akal dapat mengetahui
tentang yang ada dan sejauh mana akal memiliki kevalidan ketika mempersepsi
sesuatu.
Dari bidang ontologi, akan kita
kenal pandangan materialisme Karl Marx berdasarkan pada pemikirannya bahwa
segala sesuatu yang ada ini bersifat materi. Dapat dikatakan bahwa Karl Marx
menolak kajian metafisika dan lebih mengakui ontologi. Sebagai catatan,
kecenderungan penolakan terhadap metafisika ini sebenarnya memang berkembang
pesat pada era filsafat modern.
Dari bidang epistemologi, akan
kita ketahui paham-paham seperti rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme
memandang bahwa sumber ilmu pengetahuan itu berasal dari akal, sedangkan
empirisme memandang sumber ilmu pengetahuan itu berasal dari pengalaman.
Berikut ini diberikan penjelasan tentang pengalaman, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan.
Pengalaman
yaitu hubungan dengan realitas yang
dialami manusia lewat pancaindra. Pengalaman
bersifat sangat subjektif karena objek tetap, subjek berbeda; objek
berubah, subjek tetap; objek
berubah, subjek berbeda.
Pengetahuan
yaitu adanya “sensation” (kesadaran, peristiwa mental) setelah
mengindra realitas (pembeda dengan hewan). Proses
mental yang melalui akal budi (berpikir) menjadikan pengalaman menjadi
pengetahuan. (contoh: ilmu tentang kerokan, obat kumis kucing). Ilmu
pengetahuan yaitu pengalaman (pengetahuan) yang telah diolah secara kritis
lewat akal budi menjadi ilmu pengetahuan karena memiliki paradigma, teori, dan
metodologi. Dalam bidang teori pengetahuan, terdapat tiga cara pandangan yang
dominan dalam bidang filsafat. Ketiga cara pandang tersebut adalah
rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. Berikut ini dijelaskan ketiga
pandangan tersebut serta ciri-cirinya:
Rasionalisme
dicetuskan oleh Rene Descartes (1596-1650), seorang Filsuf dari Peran. Menurut
Descartes, rasio adalah satu-satunya sumber pengetahuan. Kesan-kesan indrawi
dianggap sebagai ilusi yang hanya diatasi oleh kemampuan yang dimiliki rasio.
Pemikiran Descartes yang terkenal adalah cogito ergosum “saya berpikir,
karena itu saya ada”. Menggunakan upaya ilmiah dengan
“metode skeptis”. Rasionalisme memiliki dampak penting bagi ilmu
pengetahuan karena menjadi dasar berpikir logis dan munculnya sistem pemikiran yang menitikberatkan pada
akal. Dalam penelitian menggunakan metode deduksi.
Empirisme adalah paham pemikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya
didapatkan dari pengalaman empiris, bukan semata-mata dari rasio. Filosof-filosof inggris memiliki paham empirisme,
diantaranya David Hume (1711-1776), john Locke (1632-1704), dan Goerge Berkeley
(1685-1753). Francis Bacon mengatakan empirisme
adalah pengamatan-pengamatan partikular lalu membentuk kesimpulan umum. John Locke menganggap bahwa rasio manusia mula-mula harus
dianggap “as a white paper” yang artinya pada saat lahir manusia belum memiliki
pengetahuan apa-apa.
Kritisisme diperkenalkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Aliran ini merupakan sintesis antara rasionalisme dan empirisme. Menurut Immanuel Kant, rasio dan Empiri
adalah sama-sama sumber pengetahuan,
yaitu kesan-kesan empiri dikonstruksikan oleh rasio melalui kategori-kategori sehingga menjadi pengetahuan. Immanuel Kant juga mempertanyakan sejauh
mana akal dapat mengetahui tentang yang ada dan sejauh mana akal memiliki
kevalidan ketika mempersepsi sesuatu sehingga pemikirannya ini menjadi landasan
perkembangan epistemologi.