Salah satu monumen yang ada di
banten, kamis (29/10/2015) monumen yang berada di antara alun-alun serang timur dan alun-alun
serang barat ini bernama monumen perjuangan masyarakat banten, keadaan saat ini
terlihat cukup bersih.
“A great book should leave you with many experiences, and slightly exhausted at the end. You live several lives while reading.” - William Styron
Minggu, 06 Desember 2015
Kamis, 03 Desember 2015
Tantangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi
Era globalisasi yang ditandai dengan arus komunikasi yang
begitu dahsyat menuntut para pengambil kebijakan di bidang bahasa bekerja lebih
keras untuk lebih menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang berhubungan
dengan masalah pembinaan bahasa. Sebagaimana dikemukakan oleh Featherston
(dalam Lee, 1996), globalisasi menembus batas-batas budaya melalui jangkauan
luas perjalanan udara, semaki luasnya komunikasi, dan meningkatnya turis
(wisatawan) ke berbagai negara.
Melihat perkembangan bahasa Indonesia di dalam negeri yang
cukup pesat, perkembangan di luar negeripun sangat menggembirakan. Data
terakhir menunjukkan setidaknya 52 negara asing telah membuka program bahasa
Indonesia (Indonesian Language Studies). Bahkan, perkembangan ini akan semakin
meingkat setelah terbentuk Badan Asosiasi Kelompok Bahasa Indonesia Penutur
Asing di Bandung tahun 1999. Walaupun perkembangan bahasa Indonesia semakin
pesat di satu sisi, di sisi lain peluang dan tantangan terhadap bahasa
Indonesia semakin besar pula. Berbagai peluang bahasa Indonesia dalam era
globalisasi ini antara lain adanya dukungan luas dari berbagai pihak, termasuk
peran media massa. Sementara itu, tantangannya dapat dikategorikan atas dua,
yaitu tantangan internal dan tantang eksternal. Tantangan internal berupa
pengaruh negatif bahasa daerah berupa kosakata, pembentukan kata, dan struktur
kalimat. Tantangan eksternal datang dari pengaruh negatif
bahasa asing (teruatama bahasa Inggria) berupa masuknya kosakata tanpa proses
pembenukan istilah dan penggunaan struktur kalimat bahasa Inggris.
Berbagai fenomena dan kenyataan akan semakin mendukung ke
arah terjadinya suatu pertentangan (paradoks) dan arus tarik-menarik antara
globalisasi dan lokalisasi. Sejauh ini tanpa terasa banyak kosakata yang
sebenarnya hasil serapan dari bahasa lain tetapi sudah kita anggap sebagai
kosakata bahasa Melayu/Indonesia.
Eksistensi Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi
Eksistensi Bahasa Indonesia Pada era globalisasi sekarang
ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap
warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa
arus oleh pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan bahasa dan budaya
bangsa Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi
dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa
Indonesia. Ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional,pemakai
bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh
terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan
situasi dan kondisinya.
Disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa Indonesia
untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas kepribadiannya
sendiri. Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu
terus dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seirama dengan ini, peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah
perlu terus dilakukan.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa
Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan
kelereng di tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan
sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami
sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia). Perjalanan itu
dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti
yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta
batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi:
mengakoe
bertoempah darah satoe,
Tanah
Air Indonesia.
Kami
poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe
berbangsa satoe,
Bangsa
Indonesia.
Kami
poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng
bahasa persatoean,
Bahasa
Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian
pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang
dianggap sesuatu yang luar biasa. Sebab di negara lain, khususnya negara
tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan
yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu
dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan
tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda,
bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan
tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya
kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa
daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya
tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang
diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu
yang dipakai sebagai lingua francaini pun tidak akan mengurangi
fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan
tetap berkembang.Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya
pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
Kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. “Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia
memancarkan nilai- nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan
keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga,
menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap
bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan
acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia
merupakan lambang bangsa Indonesia. Berarti
bahasa Indonesia dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat,
tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya
jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai
bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang
sebenarnya.
Dengan fungsi ini memungkinkan
masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan
berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita,
dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman
dan serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’
oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia, seseorang dapat saling berhubungan untuk
segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang
berhubungan dengan ideology, politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan, dan
keamanan mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi
antar-manusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan seseorang, dan
apabila pengetahuan seseorang meningkat maka pembangunan akan cepat tercapai.
Langganan:
Postingan (Atom)