Bagi orang tua pada umumnya, balita
terlalu muda untuk bermatematika. Padahal, pengenalan anak dengan kegiatan
matematis telah berlangsung sedini mungkin.
Matematika adalah bidang yang merupakan kumpulan dari bermacam pola. Tak ada satu pun kegiatan yang lebih disukai anak-anak kecil, selain mencari dan mengenali berbagai pola dalam dunianya, jelas Gerhard N. Mueller, profesor didaktika matematika dari Dortmund, Jerman.
Pola yang menarik perhatian bayi dan batita, misalnya susunan batu bata yang saling berseling, juga pola rajut karpet yang memiliki pola susunan unik. Hal-hal sederhana semacam itu kerap kali tak disadari orang tua sebagai kegiatan matematis.
Untuk anak lima tahun, bidang matematika mencakup kegiatan yang lebih canggih. Misalnya, pengenalan bentuk-bentuk geometri, pengenalan angka belasan dan puluhan, termasuk juga pengenalan beragam operasi matematika, seperti penjumlahan dan pengurangan.
Tentu saja, orang tua tak perlu khawatir anak-anak terlalu dini berkenalan dengan matematika. Sebab, keseharian menuntun mereka lebih akrab dan mahir dengan matematika. Sebagai contoh, anak menyadari permen jelinya berkurang dalam kemasan setiap kali ia mengambil satu dan mengunyahnya. Selajutnya, mulailah ia berhitung sisa yang ada.
Belajar menggunakan rasa. Yang juga menonjol pada anak lima tahun, ia mulai melibatkan seluruh inderanya saat berhitung. Selain menjumlah dan mengurangi menggunakan bantuan jemari, bahkan beberapa anak usia empat tahun, memiliki insting bahwa hasil sebuah penjumlahan salah.
Anak usia empat sampai lima tahun biasanya sibuk memahami, apakah mungkin empat tambah dua sama dengan 10 atau 12 atau delapan? Mereka belajar merasakan kebenaran, meskipun menebak langsung hasil yang benar juga menyenangkan, jelas ahli matematika asal Skotlandia, Augustinus de Morgan .
Sebaliknya pun demikian. Si lima tahun yang cerdik mengetahui bahwa jumlah yang Anda sebut secara asal adalah jawaban yang salah, hanya dengan merasakan, menggunakan naluri. Anda bisa jadi terkejut melihat, bagaimana si lima tahun semakin mahir dan jenius di bidang ini, melalui pengalaman-pengalaman sederhana dalam keseharian.
Yang penting dilakukan orang tua adalah membimbing anak tanpa memaksa. Bimbingan yang menstimulasi dan menggugah semangat anak mengenal dunia matematika perlu dilakukan orang tua. Seperti, mengenalkan berbagai bentuk geometri, membaca jam atau menghitung jumlah potongan wortel dalam sup yang dimakan.
Selain itu, tak perlu buru-buru mengoreksi jika anak salah menghitung atau memahami sebuah fenomena matematis. Kesalahan dalam matematika, meminjam kata Prof. Mueller, adalah hal yang indah dan luar biasa.
Jadi, tak perlu merasa harus segera mengoreksi, cukup beri sedikit petunjuk. Biarkan anak mendapatkan hasil dengan caranya sendiri.
Matematika adalah bidang yang merupakan kumpulan dari bermacam pola. Tak ada satu pun kegiatan yang lebih disukai anak-anak kecil, selain mencari dan mengenali berbagai pola dalam dunianya, jelas Gerhard N. Mueller, profesor didaktika matematika dari Dortmund, Jerman.
Pola yang menarik perhatian bayi dan batita, misalnya susunan batu bata yang saling berseling, juga pola rajut karpet yang memiliki pola susunan unik. Hal-hal sederhana semacam itu kerap kali tak disadari orang tua sebagai kegiatan matematis.
Untuk anak lima tahun, bidang matematika mencakup kegiatan yang lebih canggih. Misalnya, pengenalan bentuk-bentuk geometri, pengenalan angka belasan dan puluhan, termasuk juga pengenalan beragam operasi matematika, seperti penjumlahan dan pengurangan.
Tentu saja, orang tua tak perlu khawatir anak-anak terlalu dini berkenalan dengan matematika. Sebab, keseharian menuntun mereka lebih akrab dan mahir dengan matematika. Sebagai contoh, anak menyadari permen jelinya berkurang dalam kemasan setiap kali ia mengambil satu dan mengunyahnya. Selajutnya, mulailah ia berhitung sisa yang ada.
Belajar menggunakan rasa. Yang juga menonjol pada anak lima tahun, ia mulai melibatkan seluruh inderanya saat berhitung. Selain menjumlah dan mengurangi menggunakan bantuan jemari, bahkan beberapa anak usia empat tahun, memiliki insting bahwa hasil sebuah penjumlahan salah.
Anak usia empat sampai lima tahun biasanya sibuk memahami, apakah mungkin empat tambah dua sama dengan 10 atau 12 atau delapan? Mereka belajar merasakan kebenaran, meskipun menebak langsung hasil yang benar juga menyenangkan, jelas ahli matematika asal Skotlandia, Augustinus de Morgan .
Sebaliknya pun demikian. Si lima tahun yang cerdik mengetahui bahwa jumlah yang Anda sebut secara asal adalah jawaban yang salah, hanya dengan merasakan, menggunakan naluri. Anda bisa jadi terkejut melihat, bagaimana si lima tahun semakin mahir dan jenius di bidang ini, melalui pengalaman-pengalaman sederhana dalam keseharian.
Yang penting dilakukan orang tua adalah membimbing anak tanpa memaksa. Bimbingan yang menstimulasi dan menggugah semangat anak mengenal dunia matematika perlu dilakukan orang tua. Seperti, mengenalkan berbagai bentuk geometri, membaca jam atau menghitung jumlah potongan wortel dalam sup yang dimakan.
Selain itu, tak perlu buru-buru mengoreksi jika anak salah menghitung atau memahami sebuah fenomena matematis. Kesalahan dalam matematika, meminjam kata Prof. Mueller, adalah hal yang indah dan luar biasa.
Jadi, tak perlu merasa harus segera mengoreksi, cukup beri sedikit petunjuk. Biarkan anak mendapatkan hasil dengan caranya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar