Kamis, 03 Desember 2015

Sistem Adat Hukum Waris Kesultanan Yogyakarta

            Salah satu sistem yang mempengaruhi hukum Kesultanan Yogyakarta adalah sistem hukum kewarisan Islam. Kesultanan Yogyakarta tidak langsung menerapkan asas keislaman dalam kehidupan sehari-hari, bahkan untuk syari’at sekalipun. Pelaksaan hukum kewarisan di lingkungan Kesultanan Yogyakarta mengakomodasi khasanah lokal dan nilai-nilai kebudayaan Jawa. Hukum waris Kesultanan Yogyakarta melahirkan pergumulan kuat dan waktu yang panjang untuk menerapkan aturan hukum waris islam dan hukum waris adat Jawa sehingga melahirkan titik singgung dalam pelaksanaan kewarisan. Titik singing tersebut dalam terminology lain disebut konvergensi Hukum waris Islam dan hukum kewarisan adat Jawa yang merupakan sistem hukum yang bijaksana dalam pelaksanaan kewarisan di Kesultanan Yogyakara. Konsep konvergensi dua sistem hukum kewarisan tersebut mempunyai karakteristik dalam pelaksanaan kewarisan di Yogyakarta.
            Unsur-unsur yang diadopsi dari sistem hukum kewarisan Islam meliputi:
1.      Posisi isteri/ janda tidak mempengaruhi waktu pelaksanaan pembagian harta warisan. Artinya, pembagian harta warisan diselenggarakan setelah pewaris meninggal dunia.
2.      Pembagian harta warisan dengan perbandingan dua banding satu, atau satu banding setengah, yaitu untuk anak laki-laki dan perempuan.
3.      Isteri atau janda memperoleh bagian yaitu seperdelapan dari harta warisan.

            Sedangkan unsur-unsur yang diambil dari sistem kewarisan adat jawa adalah klasifikasi harta berdasarkan harta Sultan dan harta Kesultanan. Harta yang disebut pertama sebagai harta biasa. Harta biasa itu di masyarakat Jawa dibagikan kepada seluruh ahli waris. Sedangkan harta yang disebut harta Kesultanan merupakan harta istimewa. Harta istimewa dalam masyarakat Jawa sebagai harta tanah yang subur. Tanah yang subur itu diwariskan secara tunggal kepada salah satu ahli waris yang biasanya anak tertua. Meski diwariskan secara tunggal, harta tanah yang subur digunakan untuk kepentingan keluarga.
            Ada unsur-unsur dalam pelaksanaan kewarisan Kesultanan Yogyakarta yang disesuaikan dengan unsur kewarisan adat Jawa. Unsur ini adalah adopsi ahli waris pengganti. Ahli waris pengganti terjadi dalam pelaksanaan kewarisan Kesultanan Yogyakarta, disamping itu ada unsur yang tidak ada menganut pola hukum kewarisan Islam maupun kewarisan adat Jawa. Unsur ini adalah harta warisan tidak dikategorisasi berdasarkan hubungan perkawinan (hara bersama harta bawaan) sebagaimana terjadi dalam hukum waris Islam maupun hukum waris Jawa.
            Ketiadaan klasifikasi harta warisan berdasarkan hubungan perkawinan ini merupakan cirri khas dalam pelaksanaan pembagian harta warisan di Kesultanan Yogyakarta.
            Pelaksaan kewarisan di Kesultanan Yogyakarta secara asasi menganut beberapa asas. Asas-asas itu antara lain :
1.      Asas Bilateral
Seseorang yang menerima hak warisan dari dua garis keturunan kekerabatan, yakni garis darah laki-laki maupun pihak kerabat dari garis darah perempuan. Artinya, seseorang berhak menerima warisan dari kedua belah pihak baik dari garis keturunan laki-laki maupun garis keturunan perempuan. Maka hak dan kedudukan yang sama juga berlaku untuk saudara laki-laki dan perempuan agar saling mewarisi.
2.      Asas Keutamaan
Asas ini merupakan penerimanaan harta kewarisan, terdapat tingkatan-tingkatan hak yang menyebabkan satu pihak lebih berhak dibandingkan dengan pihak lain, dan selama pihak yang lebih berhak itu masih ada, maka pihak yang lain tidak menerimanya.
3.      Asas Individual
Harta warisan dibagi sesuai dengan ahli waris untuk dimiliki secara individu. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang dibagikan kepada ahli waris menurut kadar bagian masing-masing.
4.      Asas Pergantian Ahli Waris
Ahli waris pokok yang meninggal terlebih dahulu daripada pewaris maka kedudukan sebagai ahli waris dapat digantikan anaknya.
5.      Asas Perdamaian
Para ahli waris mengadakan rembug keluarga untuk membuat kesepakatan mengenai pembagian harta warisan. Asal semua ahli waris sepakat dengan suatu kesepakatan untuk membagi harta warisan dengan cara mereka sepakati.
6.      Asas Personalitas Keislaman
Seluruh ahli waris dan pewaris beragama islam. Agama Islam merupakan agama resmi Kesultanan Yogyakarta.
7.      Asas Kewarisan Semata Akibat Kematian
Proses pewarisan atas peralihan harta warisan dari pewaris kepada generasi berikut sebagai ahli waris, dilaksanakan setelah orang yang memiliki harta sudah meninggal.
8.      Asas Mayorat Laki-laki
Suatu sistem kewarisan yang anak tertua laki-laki maupun perempuan pada saat wafatnya pewaris berhak untuk mewarisi seluruh atau jumlah harta pokok dari harta peninggalan. Di Kraton Kesultanan Yogyakarta seseorang dapat menguasai dan mewarisi harta Sultan sebagai Kepala Kraton atau Kesultanan harus anak laki-laki. Anak laki-laki berhak atas tahta trah Kesultanan sebagai Sultan sekaligus menguasai serta mengelola harta Kesultanan. Maka, di Kesultanan Yogyakarta berlaku Asas Kewarisan atas dasar Mayorat Lelaki. Hubungan hukum Islam dengan Hukum Kesultanan Yogyakarta terjadi konvergensi dan unsur-unsur waris artinya, hukum kewarisan suwargi Sultang Hamengku Buwono IV menyatukan unsur-unsur dari sistem hukum waris Islam dan hukum waris adat Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar