15 Desember 2011
JAKARTA,
suaramerdeka.com – Kasus Mesuji, di Provinsi Lampung, menyentak nurani. Rakyat,
yang sehari-hari bekerja sebagai petani atau petani penggarap, harus menghadapi
kekerasan senjata hanya karena mereka hendak mempertahankan lahan garapannya.
Politikus PDI
Perjuangan Aria Bima mengatakan, aparat negara, sebagai satu-satunya lembaga
yang sah memonopoli penggunaan kekerasan dalam alam demokrasi, diduga kuat ikut
terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia tersebut.
Fakta yang muncul
dari kasus Mesuji, yang diduga mengakibatkan jatuhnya sekitar 30 korban tewas
dari kalangan petani setempat, membuka mata kita bahwa pemerintah telah
mengabaikan perlindungan kepada kaum tani..
Padahal, lanjut legislator
dari Dapil Jateng itu, merujuk Pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan
dibentuknya pemerintahan negara Indonesia ialah untuk memberikan perlindungan
kepada segenap tumpah darah dan warga negara Indonesia. “Absennya perlindungan
pemerintah dalam kasus Mesuji ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap
konstitusi oleh pemerintah,”ujarnya.
Kekerasan tersebut,
menurut Aria Bima, lazimnya terkait
dengan konflik perebutan lahan antara petani dan pengusaha atau instansi
pemerintah. Petani, apalagi petani penggarap, sebenarnya tidak bermaksud
memiliki lahan/tanah yang ada, tetapi hanya ingin mengolah tanah untuk
menyambung hidup.
Maka, lanjutnya, di
sini demokrasi politik harus diimbangi implementasi demokrasi ekonomi, yang
menjunjung tinggi hak-hak ekonomi tiap warga negara untuk mencari penghidupan
yang layak di wilayah NKRI. Pemerintah dalam hal ini harus melindungi hak-hak
ekonomi petani, yang merupakan profesi mayoritas warga miskin negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar