Abdurrahman (1999, h.252)
menyatakan bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah,
matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit bagi para siswa,
baik bagi mereka yang tidak berkesulitan belajar maupun bagi siswa yang
berkesulitan belajar. Anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang
sulit sudah melekat pada sebagian besar siswa, sehingga pada saat menghadapi
pelajaran matematika siswa menjadi malas untuk berpikir (Surya, 2005). Selain
karena image yang telah melekat pada diri siswa, guru juga berpengaruh
terhadap munculnya anggapan siswa bahwa matematika adalah momok.
Kecemasan yang dialami pada siswa
pada saat belajar matematika sering disebut sebagai kecemasan matematika (Mathematics Anxiety). Kecemasan
matematika melibatkan perasaan tegang dan cemas yang menganggu dalam pemecahan
masalah matematika yang memanipulasi angka dalam situasi akademik
(Richardson&Suinn,1972). Kecemasan terhadap matematika tidak bisa dipandang
sebagai hal biasa, karena ketidakmampuan siswa dalam beradaptasi pada pelajaran
menyebabkan siswa kesulitan serta fobia terhadap matematika, yakni suatu
penyakit mental dimana penderitanya takut pada matematika sebelum
dia mencoba melakukan matematika.
Dapat juga dikatakan bahwa kecemasan matematika adalah perasaan tegang dan
takut yang menganggu kinerja matematika seorang siswa yang pada akhirnya
hasil belajar dan prestasi siswa dalam matematika rendah.
Kecemasan
matematika berkaitan dengan perasaan dan sikap negatif tentang matematika. Diduga bahwa dalam pembelajaran matematika, adanya
kecemasan matematika dapat mengurangi kepercayaan diri dan motivasi siswa, sehingga
siswa cenderung menghindari matematika. Pikiran-pikiran negatif siswa
menghantui diri mereka. Mereka cemas terhadap timbulnya konsekuensi buruk dalam
melakukan atau menyelesaikan masalah matematika, termasuk ujian atau tes
matematika.
Kecemasan
matematika dapat disebabkan karena kondisi pembelajaran dikelas yang kurang
menyenangkan. Faktor yang muncul dapat berasal dari desain pembelajaran yang
monoton atau dari kurang cakapnya guru matematika. Wahyudin (2010:21)
menyatakan bahwa kecemasan matematika seringkali tumbuh dalam diri para siswa
di sekolah, sebagai akibat dari pembelajaran oleh para guru yang juga merasa
cemas tentang kemampuan matematika mereka sendiri dalam area tertentu. Seperti
yang dituliskan oleh Ma (Zakaria & Nordin, 2007:27) ada hubungan antara
kecemasan matematika dengan prestasi siswa dalam matematika. Prestasi dan hasil
belajar matematika siswa secara terperinci dijabarkan dalam beberapa penguasaan
kemampuan matematis sesuai dengan jenjang pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar