1. Pengertian Belajar
Belajar
merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Sugihartono, 2007: 74).
Belajar adalah
proses berpikir. Belajar berpikir yaitu menekankan pada proses mencari dan
menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungannya (Wina
Sanjaya, 2009: 107).
Menurut Ausubel
yang dikutip oleh Erman Suherman (2003:32), dalam teorinya ia membedakan antara
belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya
menerima, jadi tinggal menghapalnya tetapi pada belajar menemukan, konsep
ditemukan oleh siswa dengan 2 bimbingan guru, jadi tidak menerima pelajaran
begitu saja. Pada belajar menghapal, siswa menghapal materi yang diperolehnya
tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh dikembangkan dengan
keadaan lain sehingga belajarnya lebih bermakna.
Menurut Jerome
Bruner dalam Erman Suherman (2003: 43), mengatakan bahwa belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping
hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Bruner,
melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya
diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat
peraga tersebut, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola
struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya itu. Keteraturan
tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah
melekat pada dirinya
Tiga komponen
belajar adalah kondisi eksternal, kondisi
internal, dan hasil belajar. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam wujud perubahan tingkah laku dan kebiasaan yang relatif permanen atau
menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungan dan dunia nyata.
Melalui proses belajar seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang lebih baik.
2. Pengertian Matematika
Istilah
mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau mathematick/wiskunde (Belanda)
berasal dari perkataan lain mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan
Yunani, mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai
akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science).
Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang
serupa, yaitu mathematein yang mengandung arti belajar (berpikir) (Erman
Suherman, 2003:18).
Matematika
terdiri dari empat wawasan yang luas, yaitu: Aritmetika, Aljabar, Geometri dan
Analisis. Selain itu matematika dapat disebut dengan “Queen of Science” yang
berarti ratunya ilmu, maksudnya bahwa matematika itu tidak bergantung pada
bidang studi lain.
Menurut Johnson
dan Rising dalam bukunya yang dikutip oleh Erman Suherman (2003:17) mengatakan
bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengkoordinasikan, pembuktian yang
logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas, dan akurat, presentasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Dari
definisi-definisi diatas, maka gambaran pengertian matematikapun sudah tampak.
Semua definisi itu dapat diterima, karena memang dapat ditinjau dari segala
aspek, dan matematika itu sendiri memasuki seluruh segi kehidupan manusia, dari
segi paling sederhana sampai kepada yang paling rumit. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa matematika merupakan kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak
dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai peran yang penting dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran
matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman
suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara
pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan
untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki
dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi
pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan
informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam
model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau
soalsoal uraian matematika lainnya.
Matematika perlu
diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006:346) menyebutkan pemberian
mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
a. Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasi konsep secara luwes,
akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model,
dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.
e. Memiliki sifat menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah. Tujuan umum adalah memberikan penekanan pada
keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
Fungsi mata
pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan
(Erman Suherman, 2003:56). Pembelajaran matematika di sekolah menjadikan guru
sadar akan perannya sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran
matematika di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar