Kamis, 03 Desember 2015

Sejarah Kesultanan Yogyakarta



            Keberadaan Kota Yogyakarta tidak bisa lepas dari keberadaan Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi yang memperjuangkan kedaulatan Kerajaan Mataram dari pengaruh Belanda, merupakan adik dari Sunan Paku Buwana II. Setelah melalui perjuanagn yang panjang, pada hari kamis Kliwon tanggal 29 Rabiulakhir 1680 atau bertepatan dengan 13 Februari 1755, Pangeran Mangkubumi yang telah bergelar Susuhunan Kabanaran mendatangani Perjanjian Giyanti atau sering disebut dengan Palihan Nagari inilah yang menjadi titik awal keberadaan Kasultanan Yogyakarta. Pada saat itulah Susuhunan Kabanaran kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwana Senopati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I. Setelah Perjanjian Giyati ini, Sri Sultan Hamengku Buwana messanggrah di Ambarketawang sambil menunggui pembangunan fisik kraton.
            Sebulan setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti tepatnya pada hari Kamis Pon tanggal 29 Jumadilawal 1680 atau 13 Maret 1755, Sultan Hamengku Buwana I memproklamirkan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota Ngayogyakarta dan memiliki separuh dari wilayah Kerajaan Mataram. Proklamasi ini terjadi di Pessanggrahan Ambarketawang dan dikenal dengan peristiwa Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram – Ngayogyakarta. Pada hari kamis Pon tanggal 3 sura 1681 atau bertepatan dengan tanggal 9 oktober 1755, Sri Sultan Hamengku Buwana I memerintahkan untuk membangun Kraton Ngayogyakarta di Desa Pacethokan dalam Hutan Beringan yang pada awalnya bernama Garjitawati.
            Pembangunan ibu kota Kasultanan Yogyakarta ini membutuhkan waktu satu tahun Pada hari Kamis pahing tanggal 13 Sura 1682 bertepatan dengan 7 Oktober 1756, Sri Sultan Hamengku Buwana I beserta keluarganya pindah atau boyongan ke dalam Kraton Ngayogyakarta. Peristiwa perpindahan ini ditantai dengan candra sengkala memet Dwi Naga Rasa Tunggal  berupa dua ekor naga yang kedua ekornya saling melilit dan diukirkan di atas banon/ renteng kelir baturana Kagungan Dalem Regol Kemagangan dan Regol Gadhung Mlathi. Momentum kepindahan inilah yang dipakai sebagai dasar penentuan Hari Jadi Kota Yogyakarta karena mulai saat itu berbagai macam sarana dan bangunan pendukung untuk mewadahi aktivitas pemerintahan baik kegiatan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun tempat tinggal mulai dibangun secara bertahap. Berdasarkan itu semua maka Hari Jadi Kot Yogyakarta ditentukan pada tanggal 7 Oktober 2009 dan dikuatkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar